Jumat, 26 September 2025
Orang-orang memanggilnya Abu Zakariya. Dia ulama besar yang kukagumi. Banyak menginspirasi perjalananku menuntut ilmu. Dalam doa-doa sering kupinta agar diberi seperti yang diberi padanya.
Abu Zakariya dalam bahasa kita berati bapak si Zakariya. Awalnya saya heran mengapa beliau dipanggil demikian? Bukankah beliau tidak punya Anak? Bagimana mungkinpunya anak jika menikah tidak pernah ia jalani? Ini juga yang membuat saya bertanya heran mengapa ulama besar seperti dia tidak menjalankan sunnah nabi ini?
Tapi tulisan ini bukan untuk menjawab pertanyaan –pertanyaan di atas. Ada yang lebih penting untuk dikaji saat ini dibanding pertanyaan-pertanyaan tadi.
Sebelum itu saya ingin bercerita tentang Abu Bakar yang pernah berkata, carilah kematian pasti kamu temukan kehidupan. Saya juga ingin bercerita tentang Khalid bin Walid yang berkata lantang pada penguasa Persia, kami datang padamu membawa tentara yang mencintai kematian sebagaimana kalian mencintai kehidupan. Juga tentang Amru bin Jamuh, seorang sahabat yang berumur hampir ratusan tahun namun merengek pada Rasulullah untuk diikutkan perang. Saat Rasulullah berkata kamu kan pincang? tidak wajib bagimu ikut berperang. Dia menjawab dengan singkat, Ya Rasulullah jangan halangi saya untuk mati. Ini surga.
Kematian memang bagi sebagian orang menakutkan tapi saya heran dengan para sahabat di atas, mengapa justeru merindukan kematian?Al Barra’ bin Malik, juga seorang sahabat, saudara Anas bin Malik. Rindu sekali ia dengan kematian. Dilemparkan tubuhnya ke tengah-tengah kerumunan musuh untuk membuka pintu benteng yang sangat sulit dibobol.
Baiklah, sekarang kita bercerita tentang inti tulisana ini. Kita bercerita tentang kehidupan ini. Tentang hal-hal yang kita jalani. Tentang umur dan usia kita. Dalam sebuah status di FB saya berkata, semoga makin berkurang usianya makin panjang umurnya. Antara umur dan usia dalam bahasa Indonesia sama saja maksudnya. Lama seseorang hidup di dunia disebut dengan umur atau dengan usia. Tapi bagi saya ada perbedaan antara keduanya.
Hal ini saya dasari pada penggunaan bahasa Arab untuk menunjukkan masa hidup manusia. Bahasa Arab menggunakan kata sinnun dan umrun. Sinnun dalam Bahasa Arab adalah kata yang bisa berarti gigi dan bisa juga berarti usia. Adapun umrun bisa berarti makmur bisa berarti umur. Dari keterkaitan ini terlihat bahwa sinnun identik dengan fisik, sedangkan umrun identik dengan apa yang dilakukan seseorang untuk memakmurkan hidupnya. Dari sini saya berkesimpulan dan mencoba berbeda dengan pemahaman banyak orang yang mengatakan bahwa kata umur dan usia adalah sinonim.
Saya ingin mengartikan usia sebagai masa hidup biologis. Adapun umur adalah masa hidup sejarah. Banyak orang yang secara biologis memiliki masa hidup yang lama. Namun secara sejarah ia seolah-olah tidak pernah hidup.
Itulah sebabnya tulisan ini saya awali dengan cerita tentang Abu Zakariya yang tak lain adalah Imam Nawawi, penulis Syarh Sahih Muslim, Arbain Annawawi, Riyad Assalihin, Al Majmu’ dan masih banyak lagi yang lainnya. Secara biologis masa hidup beliau sangat singkat. Hanya kurang lebih empat puluh tahun. Namun masa hidup sejarahnya sangat panjang. Sejak beliau meninggal tahun 676 H, Beliau masih tetap hidup sampai hari ini.
Masa hidup biologis atau usia kita tidak pernah bertambah. Ia terus berkurang, semakin hari semakin pendek, setiap waktu ia habis. Yang bisa kita tambah adalah masa hidup sejarah atau umur kita. Untuk membuat umur lebih panjang dari usia adalah dengan memakmurkan hidup ini dengan kerja-kerja yang berarti serta amal-amal salih tanpa akhir. Berkarya, beramal dan semua yang bisa membuat hidup ini tidak sia-sia.
Sebagai seorang muslim motivasi yang membuatnya terus berkarya adalah kesadaran akan kematian. jika seseorang sadar bahwa hidup ini akan berakhir ia tidak akan membiarkan kehidupannya sia-sia. Makanya dalam tulisan ini saya juga bercerita tentang manusia-manusia yang merindukan kematian. Agar tumbuh kesadaran terhadapnya. Kematian bukan sesuatu yang harus ditakuti. Ia mesti dirindukan sebab dialah yang menjadi pintu pertemuan dengan kekasih yang sesungguhnya. Dengan Allah.
Saat seorang meninggal saat itulah ia akan merasakan kebahagiaan yang sejati. Pada saat yang sama kematian juga akan menjadi penderitaan tanpa akhir. Tergantung sejauh mana ia mengisi kehidupannya. Maka sekali lagi, berkaryalah! Dan sebaik-baik karya adalah manusia. Iya manusia.
Ditulis oleh: Ahsanur Ahmad, Lc