Sabtu, 05 Oktober 2024
Amru bin Abdu Wuddin namanya, dengan suara menggelegar ia berteriak di seberang parit yang sedang digali oleh kaum muslimin.
“Hai Muhamamad keluarkan tentaramu untuk membunuhku…..
Saya sudah lama rindu dengan neraka…
Keluarkan mereka, lawan saya….”
Itu kata tantangan yang ia sampaikan pada nabi Muhammad saw. “Suruh maju anak buahmu untuk melawanku, bukankah kalian rindu dengan surga? kemarilah saya akan mengantarmu ke surga,” katanya lagi dengan nada yang lebih keras. Tantangan yang sangat dahsyat.
Hari itu, tak seorang pun kaum musyrikin mampu menyeberangi parit galian kaum muslimin sepanjang kota Madinah. Dengan kekuatannya Amru bin Abdu Wuddin mampu menyeberangi parit dan memasuki Madinah. Ia pun berteriak-teriak bak orang kesurupan. Ia memanggil-manggil dengan suara tinggi menantang Muhammad dan tentaranya untuk bertarung dengannya.
Amru bin Abdu Wuddin bukan orang biasa. Dia terkenal ganas, buas dan mengerikan. Perempuan-perempuan kafir Quraisy jika ingin menakut-nakuti anak-anaknya selalu menyebutkan namanya. Anak-anak Quraisy yang rewel dan tidak mematuhi orang tuanya serta merta tunduk dan takut jika disebutkan nama ini. Nama Amru bin Abdu Wuddin membuat anak-anak Qurasiy yang bandel dan tidak mau tidur malam akan segera lari ke kasur untuk tidur.Pokoknya nama itu benar-benar menakuktkan orang-orang Quraisy. Ia bagaikan monster yang siap menerkam dan menghabisi nyawa siapa pun juga yang melawannya.
Dan hari itu, di perang Khandak ia menantang kaum muslimin untuk melawannya.
“Hei Muhammad, bukankah kamu yang mengatakan bahwa jika kaum muslimin terbunuh dalam perang, ia masuk surga? Bukankah kau juga yang mengatakan bahwa kaum kafir yang mati akan masuk neraka? Mana tentara kalian yang ingin masuk surga itu? Suruh mereka kemari untuk melawanku, saya sudah sangat rindu dengan neraka,” itu tantangannya lagi.
Akhirnya Ali bin Abi Thalib berdiri, ia maju dengan gagah berani. Ia tak gentar, tak ada khawatir, apa lagi takut. Padahal umur Ali bin Abi Tahlib saat itu baru dua puluh satu tahun. Masih sangat muda. Muda sekali. Namun tak takut ia sediktipun, tak gentar ia sekalipun harus melawan monster mengerikan di zamannya.
“Izinkan saya melawannya ya Rasul,” ucapnya pada Rasulullah. Rasul meragukan kemampuannya. Ia masih terlalu muda. Amru bin Abdu Wuddin bukan lawan yang imbang untuknya. Ia tidak ingin anak dari paman yang sangat menyayanginya itu mati terlebih dahulu. Beliau masih ingin bersamanya. Ali sangat dicintainya dan rasul pun berkata, “duduklah engkau wahai Ali, jangan engkau yang melawannya.”
Ali bukan pemuda biasa, dengan kekuatan iman Ali berucap “hai Rasulku, jangan halangi saya masuk surga.”
Rasul bangga mendengarnya, senang sekali dan semakin cinta ia pada Ali. Dengan segera Rasul berdiri lalu melepaskan sorban kemuliannya. Dipakaikan sorban itu pada Ali. Pedangnnya yang paling tajam ia lepaskan, ia berikan pada Ali.
Ia mencium keningnya lalu berdoa,”Wahai Rabbku, sungguh engkau telah mengambil Hamzah dariku di perang Uhud, kumohon padamu jangan ambil Ali dariku hari ini.”
Ali pun turun dengan memakai sorban kebesaran nabi, ia maju menghadapai sang sombong dengan membawa pedang yang penuh berkah itu. Ia berdiri tegak dihadapan sang laknat. Gagah sekali ia.
“Hei, siapa kamu anak muda?” Tanya sang monster dengan nada heran.
“Saya Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah,” jawab Ali tegas.
“Mengapa Muhammad tidak mengutus orang yang lebih besar darimu?” Tanyanya lagi pada Ali.
“Rasulullah mengutusku sebab sayalah yang paling kecil di antara mereka. Untuk melawanmu tidak perlu di utus orang besar, kedudukanmu tidak bisa menyamai salah seorang di antara mereka, makaya saya yang diutus untuk melawanmu sebab saya yang paling rendah kedududakannya.”
Ali pun bertanya padanya, “lalu kamu siapa?”
Sang thagut berkata, “hai Ali, dulu bapakmu adalah sahabat dekatku, saya tidak ingin membunuhmu sebab saya tidak mau jika orang tuamu menjadi sedih sebab saya membunuhmu.”
Ali bukannya mundur, malah berkata,”bahkan saya ingin membunuhmu dan membuat bapakmu bersedih sebab saya membunuhmu.”
Sang kafir menjadi kaget dan takjub. Ia bertanya-tanya dalam hati, apa yang membuatnya begitu berani dan tidak takut sedikitpun? Siapa sebenarnya ia?
Ali lalu berkata padanya, saya tidak akan membunuhmu sebelum engkau menjawab tiga kata-kata ini. Sang kafir penasaran, “apa tiga kalimat itu, katakanlah!”
Pertama, engkau harus mengakui dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Si kafir dengan sombong menjawab, “demi Allah, saya tidak akan mengatakannya sekalipun saya ditenggelamkan dalam neraka jahannam.”
Beritahu padaku kata yang kedua. Ali pun berkata, “engkau mesti kembali dan tidak usah memerangi Rasulullah.”
Ia menjawab, “kalau saya kembali pasti orang-orang akan menertawakanku sebab mereka akan berkata saya takut pada anak kecil sepertimu.”
Lalu apa kata yang ke tiga itu? Tanyanya lagi. Ali pun berkata, “yang ketiga adalah kamu harus melawanku dengan posisi engkau tetap berada di atas kudamu dan saya berdiri di sini.”
Amru tidak memenuhi permintaan Ali. Ia turun dari kudanya dan bertarung dengannya. Ia tidak mau dikatakan pengecut sebab melawan Ali dari atas kuda. pertarungan pun dimulai. Pertarungan yang sengit, sangat sengit, hingga akhirnya terdengar jeritan dengan lengkingan yang sangat keras. Kaum muslimin kaget, mereka semua menyangka Ali telah terbunuh.
Tiba-tiba Ali datang dengan membawa kepala Amru bin Abdu Wuddin yang telah tertancap di ujung pedang Rasulullah. Pedang Rasulullah yang dipakai Ali telah menewaskannya. Ali pun menjadi pahlawan perang khandak yang paling pertama membunuh musuh.
Sungguh berani ia. Di mana energi keberanian itu ia ambil?
Jawabanya tiada lain adalah keimanan. Keimananlah yang menggerakkan Ali hingga tidak gentar sedikitpun. Iya keimanan.
Itulah sebabnya jika ingin membentuk tentara yang gagah berani tak ada jalan lain kecuali membina keimanan mereka sebab iman itu unik. Unik sebab keimanan bisa membuat seorang yang tadinya keras tiba-tiba berubah lembut. Lihatlah Umar yang terkenal keras itu ia akan sangat lembut di hadapan istri dan anak-anaknya. Bahkan ia berkata, jadilah engkau seperti bayi dihadapan isterimu.
Iya, mesti lembut kita pada mereka, sebab bukan musuh yang harus dikasari. Mereka cinta, mesti dikasih disayangi. Mereka jalanmu menuju surga maka dengan keimanan yang dalam perlakukanlah selembut dan sebaik mungkin.
Keimananlah yang mampu membuat seorang yang lemah menjadi kuat. Keimananlah yang merubah orang yang lembut dan manis menjadi tegas berani dan ditakuti.
Lihatlah Abu Bakar yang terkenal lembut itu, tiba-tiba ia bagaikan gunung batu yang kokoh tak tergoyahkan. Ia seperti karang yang tak bisa dihempas badai lagi. Tak ada kata lain, pembangkang dan orang-orang murtad itu harus dihabisi, diperangi dan dimusnahkan hingga ia menunaikan kewajibannya, itu ketegasannya yang menggetarkan.
Dan keimanan mampu merubah segalanya. Itulah sebabnya yang paling pertama dan utama dalam pembentukan manusia muslim yang di dahulukan adalah pembentukan keimanan.
Dan pembentuk keimanan yang paling kuat adalah membaca dan mentadabburi Al Quran. Al Quran adalah amunisi keimanan yang paling tinggi. Semakin sering kita membaca dan mentadabburinya nya semakin tinggi keimanan. Semakin kuat.
Lalu bagaimana hubungan kita dengan Al Quran?
Ahsanur Ahmad