Kalian Sebenarnya Bahagia Tapi Tidak Sadar (bagian 2)

6 years ago Tausiyah

Tuan dan Nyonya:

Mengapa kita hanya menganggap kekayaan hanya dengan uang dan uang saja? Apakah kalian tidak tahu kisah raja yang sakit, yang disajikan di hadapannya seluruh jenis  makanan lezat, lalu ia tidak bisa makan apa pun dari makanan yang ada itu, lalu tiba-tiba pandangannya menatap keluar melalui jendela istananya menyaksikan seorang tukang kebun makan dengan lahapnya sepotong  roti kering dengan zaitun hitam, ia masukkan potongan demi potongan roti ke mulutnya dengan penuh selera, ia ambil potongan yang kedua dengan tangannya dan mengambil yang ketiga dengan matanya lalu sang raja yang tidak bisa makan apa-apa ini sangat berharap menjadi tukang kebun saja demi menemukan nafsu makan seperti itu. 

Mengapa kalian tidak pernah menganggap betapa besar nilai sebuah kesehatan? Mungkin kalian berkata, memangnya kesehatan berharga?

Siapa yang rela menjual matanya untuk ditukar dengan uang  seratus ribu dolar? ..

Tidakkah kalian tahu cerita tentang orang yang tersesat di padang pasir, ia hampir mati karena  rasa lapar dan haus, tiba-tiba ia melihat aliran air kecil dan disampingnya ada tas kulit. Dia meminum dari aliran air itu lalu ia memerikasa tas kulit itu, dia berharap di dalamnya ada beberapa biji kurma atau sekedar roti kering untuk menutupi rasa laparnya. Ketika ia melihat apa yang ada di dalam tas itu semakin putus asa, dan jatuh pingsan, sebab ternyata isi tas itu adalah emas yang berkilauan!

Atau cerita tentang orang yang mendapatkan lailatulqadr, lalu ia meminta agar Allah menjadikan segala sesuatu yang disentuh oleh tangannya berubah menjadi di emas. Ia pun menyentuh sebuah batu lalu batu itu berubah menjadi emas. Ia hampir gila saking gembiranya doanya dikabulkan lalu berjalan  ke rumahnya seolah dunia sudah jadi miliknya.

Setiba di rumah dia mau makan lalu ternyata makanan yang disentuhnya itu berubah menjadi emas. Dia pun akhirnya lapar sebab segala yang disentuhnya berubah menjadi emas. Putri kesayangnnya mendekatinya untuk menghiburnya lalu dia memeluk putrinya itu dan putrinya pun berubah menjadi emas. Ia akhirnya hanya bisa terduduk menangis meminta kepada Allah agar putri dan makananya dikembalikan seperti biasa, ia meminta agar emas dijauhkan dari hidupnya. 

Rothschild, yang kaya raya tak tertandingi itu memasuki gudang harta dan uangnya yang tidak terhitung itu tapi ia terjepit dipintu gudangnya dan ia pun mati dalam lautan emas yang dimilikinya.

Tuan-tuan:

Mengapa kalian meminta emas padahal memiliki banyak emas? Bukankah penglihatan itu adalah emas, kesehatan adalah emas, dan waktu adalah emas? Mengapa kalian tidak memanfaatkan waktu itu? Mengapa kalian tidak tahu nilai kehidupan ini?

Saya sudah ditagih oleh pihak majalah untuk menulis kolom bulan ini. Saya terus menunda-nunda dan waktu berlalu, hari-hari yang panjang seolah hanya beberapa jam dan jam yang panjang itu seolah hanya beberapa detik. Saya tidak merasakannya, tidak bisa memanfaatkannya, seolah-olah waktuku  adalah kotak-kotak kosong yang besar, hingga datanglah masa deadline yang tinggal satu hari. Maka saya memanfaatkan waktu yang sempit itu sehingga satu  menit seperti satu jam, jam seperti sehari, seolah-olah itu adalah kaleng kecil yang telah dihiasi dengan permata dan emas murni. Saya betul-betul mendapat manfaat dari setiap momen yang saya lalui. 

Bahkan saya menulis sebagian besar dari tulisan ini di stasiun Bab Al-Luq Kairo, saat saya menunggu trem di kerumunan orang dan para penumpang yang berdiri. Andaikan setiap kali saya berdiri menunggu trem saya gunakan untuk menulis pasti saya sudah banyak mendapatkan keuntungan yang luar biasa, apalagi setiap hari saya berdiri lebih beberapa jam di tempat yang berbeda.
 
Sahabat agung saya, Profesor Syekh Bahjah Baitar yang kerap bolak balik sejak bertahun-tahun lamanya antara Damaskus dan Beirut. Beliau mengajar di fakultas Maqashid Syariah khusus putri. Dalam perjalanan bolak balik itu beliau senantiasa menelaah buku Qawaid Tahdits (metode ilmu hadits) saat berada dalam kereta api. Hasil dari penelaahan itu melahirkan buku yang sekarang sudah dicetak dan ada di berbagai toko buku.

Sang Alim ulama Ibnu Abidin selalu menggunakan waktunya untuk menelaah buku sehingga saat ia berwudu atau makan selalu menyuruh orang untuk membacakan isi sebuah buku dan dari kebiasaan itu dia menulis kitab Al Hasyiyah.

Dan Assarkhasi menyelesaikan bukunya yang disebut sebagai salah satu buku Fenomenal di dunia yaitu Al Mabsut saat beliau dipenjara di sebuah ruang yang sempit.

Saya heran dengan orang-orang yang mengeluh tentang kurangnya waktu. Bukankah waktu menjadi sempit karena kelalaian dan ketidak displinan.  Lihatlah di malam ujian berapa banyak buku yang mampu dibaca oleh mahasiswa. Perhatikanlah, andai jumlah yang dia baca pada malam ujian itu dilakukan pada malam-malam lain, tidak usah setiap malam sekali saja dalam seminggu maka pasti dia akan jadi ulama besar dunia. 

Coba perhatikan para ulama yang telah menulis ratusan buku seperti Ibnu Al Jauzi, Atthabari, Suyuti dan Al Jahidz. Ambil satu buku saja dari ratusan karangan mereka seperti Nihayah Al Irb dan Lisanul Arab. Lalu coba bandingkan dengan dirimu mampukah kalian membacanya secara keseluruhan satu buku itu? Lalu mampukah kalian menyalinnya dengan tulisan tangamu? Apalagi jika kalian diminta menyusun satu buku seperti mereka, mampukah? 

Otak yang kalian miliki bukankah kekayaan? Bukankah dia harta yang sangat mahal? Mengapa dia tidak dihargai? Mengapa kalian mendamba ketidakwarasan dan tidak bahagia dengan akal yang ada?  Mengapa kalian tidak menggunakan akal fikiran kalian untuk bekerja, andaikan akal kalian bekerja dengan baik maka akan lahirlah kejutan-kejutan luar biasa?

Saya tidak akan mengingatkan kalian dengan para filsuf dan penemu, tetapi saya ingin mengingatkan kalian tentang sesuatu yang dekat dengan kalian, mudah untuk kalian ingat. Kalian pasti pernah mendengar kisah tentang imam Bukhari saat diuji hafalan hadisnya dengan cara menyebutkan kepadanya seratus hadis yang dibolak balik antara matan dan sanadnya lalu beliau kemudian menyebutkan seratus hadis itu baik yang benar maupun yang salah.

Kalian juga mungkin pernah mendengar kisah imam Syafii yang saat hadir di majlisnya imam Malik ia tuliskan hadis di atas telapak tangannya dengan tinta dari ludahnya lalu dia mampu mengulang kembali hadis yang telah dituliskan dengan hafalan di luar kepala.

 

(bersambung.....)
 

Ditulis oleh Syaikh Ali Attantawi, ulama besar dari Syam.

Diterjemahkan oleh Ahsanur Ahmad

 

Terkait