Kalian Sebenarnya Bahagia Tapi Tidak Sadar (bagian 1)

5 years ago Tausiyah

Dua orang yang memiliki kekuatan yang sama dan memikul beban yang sama. Yang satu mengeluh dan menggerutu seolah-oleh membawa beban berat dua kali lipat, yang satu tertawa sambil bernyanyi seolah tidak membawa beban apa-apa.

Dua orang punya penyakit yang sama dengan fisik yang sama. Yang satu pesimis, khawatir dan membayangkan seolah kematian telah hadir di depannya. Lalu jiwanya yang sehat ikut menjadi sakit, penyakitnya pun makin parah. Adapun yang satu bersabar menerima dengan rasa optimis sambil mengharapkan kesembuhan, sehatnya pun berangsur kembali.

Dua orang yang sama-sama dijatuhi hukuman mati. Yang satu gelisah dan resah tiada henti memikirkan kematian yang kian dekat. Ia pun mati berkali-kali sebelum benar-benar  mati karena hukumannya. Yang satu mampu menguasai dirinya, mengatur perasaannya maka ia tetap tenang dan bahagia. Seandainya ia akhirnya benar-benar mati karena hukuman itu, dia tidak merasakan mati karena tekanan jiwa yang menderanya.

Inilah si Basmark, lelaki berlumur darah bertangan besi. Manusia jenius baik dalam urusan perang maupun saat perdamaian. Dia  ketergantungan rokok, tidak sanggup meninggalkan rokok walau sedetik saja. Sepanjang hari rokok menyala ditangannya sambung- menyambung. Jika terputus rokoknya buntulah pikirannya kacau strateginya.

Suatu hari dalam sebuah perang rokoknya tidak tersisa kecuali sebatang, tidak ada lagi duanya. Rokok sebatang ini disimpan dan dijaga dengan baik dengan harapan akan ia hisap saat perang mencapai puncaknya. Seminggu lamanya dia bersabar tidak menghisap rokok, mengharap waktu yang tepat untuk menghisapnya. Tapi dia berpikir dan akhirmya meninggalkan rokok tersebut sebab dia tidak mau kebahagiannya tergadaikan pada sebatang rokok.

Ini juga cerita seorang Ulama besar pakar sejarah, Syaikh Al Khudhari. Di akhir hayat menjelang kematiannya dia tertimpa peyakit aneh, dia merasa ada ular yang bersarang dalam ususnya.

Dia bertanya kepada para dokter dan cerdik pandai. Mereka menertawakan ulama ini sembunyi-sembunyi karena rasa segan pada sang alim. Beliau diberitahu bahwa bukan ular yang tinggal dalam perutmu tapi cacing dan ulat. Tapi sang ulama tidak percaya. Ia lalu bertemu dengan seorang dokter yang sangat pandai dalam bidangnya, cerdas dan mengetahui banyak masalah psikologis seseorang. Beliau sudah tahu kisah sang alim lalu ia meminumkan sang syaikh ramuan lalu memasukkannya ke dalam ruang peristirahatan.

Sang dokter meletakkan seekor ular  sehingga ketika syaikh terbangun ia gembira dan merasa telah sembuh karena ular telah dikeluarkan. Ia turun dari ranjang dengan merangkak. Ia berusaha berdiri meski dengan sempoyongan kesakitan dan merintih. Tapi setelah itu sang syaikh tidak sakit lagi hingga meninggal.

Syaikh itu tidak sembuh karena ular telah dikeluarkan tapi karena ular yang ada dikepalanya telah keluar dan pergi jauh. Dia sembuh karena kekuatan terbesar yang ia miliki telah dia bangunkan kembali.

Dan sesungguhnya dalam diri manusia ada kekuatan andai engkau semua tahu bagaimana memanfaatkannya sungguh akan lahirlah keajaiban-keajaiban.

Kekuatan itu tidur dalam diri kita masing-masing lalu kegembiraan atau rasa takut membangunkannya. Bukankah kita pernah menyaksikan seseorang yang sakit parah, lemah seluruh tubuhnya, hilang sudah semangatnya dia tidak bisa lagi membalikkan badanyan kesamping baik ke kanan maupun ke kiri. Tiba-tiba dia melihat seekor ular mendekatinya dan dia tidak menemukan orang yang bisa menolongnya lalu dia bangkit dari tempat tidurnya dengan melesat seperti angin topan seolah-olah dia gak pernah sakit yang membuatnya lemas tak berdaya.

Atau mungkin seseorang yang pulang dari tempat kerjanya di waktu ashar dalam keadaan capek, lemas dan lunglai karena lapar dan lelah. Tidak ada yang dia harapkan ketika sampai di rumahnya kecuali sebuah kursi untuk merebahkan dirinya namun tiba-tiba ada kabar kilat bahwa orang yang dicintainya akan tiba beberapa saat lagi dan minta dijemput, atau kabar mendadak bahwa bapak menteri memanggilnya segera untuk urusan kenaikan pangkat maka dipastikan rasa lelah dan lunglai tadi akan segera hilang dan dia merasakan dirinya sangat ringan bahkan sudah merasa kenyang dan segera ia akan berlari menuju terminal atau kantor menteri tadi? Bukankah sering kita menyaksikan itu?

Kekuatan yang tersembunyi tadi adalah sumber kebahagian yang akan memancar sebagaimana memancarnya air jernih dan bersih dari mata air diantara batu karang yang keras. Namun sebagian manusia meninggalkannya lalu memilih meminum air asin dari saluran yang kotor dan tercemar.

Wahai para pembaca yang budiman

Sesungghnya kalian itu kaya raya, tapi kalian tidak pernah sadar berapa jumlah kekayaan yang kalian miliki lalu engkau melemparkannya dan tidak peduli sebab engkau merendahkan dan menganggapnya tidak berharga.

Ada  diantara kalian yang terkena sakit kepala atau sakit perut karena kembung atau sakit gigi lalu ia pun melihat dunia ini gelap gulita, mengapa mereka tidak melihat kegelapan itu saat mereka sehat dan berkata bahwa dunia ini terang benderang. Dia  tidak boleh mencicipi itu dan dilarang makan ini akhirnya mereka mengharap bisa makan meski hanya sesuap nasi dan iri sama mereka yang makan dengan penuh selera. Mengapa orang ini tidak menyadari kenikmatan ini saat mereka sedang sehat? 

Mengapa kita tidak mampu merasakan nikmat kecuali setelah nikmat itu tiada?

Mengapa kakek tua menangisi masa mudanya, dan pemuda itu tidak tertawa atas masa kanak-kanaknya?

Mengapa kita  melihat kebahagiaan saat dia sudah  jauh dari kita, dan tidak melihatnya kecuali dia sudah hilang dalam gelapnya masa lalu atau masih terhalang kabut masa depan?

Semua menangisi masa lalunya tapi pada waktu yang sama merindukannya, mengapa tidak berpikir tentang masa kini sebelum menjadi masa lalu?

(.........bersambung)

 

Ditulis oleh Syaikh Ali Attantawi, ulama besar dari Syam.

Diterjemahkan oleh Ahsanur Ahmad

Terkait